Perubahan Sistem FoB Ke CIF Menambah Beban Eksportir

Perubahan Sistem FoB Ke CIF Menambah Beban Eksportir. Rencana pemerintah yang akan mengubah kebijakan perdagangan internasional dari Free on Board (FoB) menjadi Cost Insurance and Freight (CIF) kurang mendapat dukungan dari kalangan pengusaha.
Alasannya, kebijakan tersebut dinilai memberatkan, khususnya eksportir, karena harus mengeluarkan biaya lebih besar. Demikian diungkapkan Henky Pratoko, Ketua Umum DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jawa Timur, saat dijumpai di kantor DPW ALFI Jatim seusai menerima delegasi dari Kementerian Perdagangan, kemarin (27/6).
“Kami kurang setuju, karena banyak kendala yang harus kita hadapi. Dua problem utama yang harus kita hadapi terkait perubahan (FoB ke CIF) ini adalah pengiriman melalui kapal dan volume transaksi yang berpengaruh pada nilai transaksinya,” kata Henky.
Free on Board adalah sistem pembelian barang di mana semua biaya pengiriman atau O/F, asuransi, dan harga barang dibayarkan setelah kapal sampai atau di pelabuan bongkar. Sementara, Cost Insurance and Freight adalah sistem pembelian barang di mana biaya pengiriman, asuransi, dan
harga barang dibayarkan sebelum kapal berangkat /di pelabuhan muat.
Henky menjelaskan, masalah utama yang dihadapi eksportir adalah ketersediaan kapal di Indonesia tidak ada yang direct (langsung) ke negara tujuan. Mayoritas kapal yang beroperasi di Indonesia adalah feeder dengan tujuan Singapura atau Malaysia.
Sedangkan masalah kedua, lanjut dia, adalah masalah volume transaksi barang yang dikirim. Dia mencontohkan, perusahaan asal Indonesia mengekspor produk hanya 10 kontainer sementara negara tujuan membutuhkan sekitar 500 kontainer namun transaksi dilakukan di Indonesia.
“Dengan kondisi seperti itu, yang pasti selisih harga akan lebih mahal karena jatuhnya sama. Kalau penerapan FoB, eksportir tidak menanggung biaya kapal, tetapi dengan pola CIF, eksportir harus membayar kapal lebih mahal. Ini bisa menjadi problem bagi eksportir. Hal ini yang menyebabkan pengiriman barang melalui CIF belum berpihak pada eksportir di Indonesia yang masih mengirim dalam volume kecil,” urai Henky.
Berbeda bila ekspor itu tiga komoditi seperti CPO, migas, dan batubara. Ketiga komoditi ini sudah bisa dilayani kapal dari Indonesia yang bisa langsung ke negara tujuan. Sedangkan untuk produk yang dimasukkan ke dalam kontainer tidak memungkinkan. Masalah lain dari perubahan FoB menjadi CIF ini belum tentu mendapat sambutan dari pengusaha.
Sebab transaksi yang dilakukan di Indonesia menggunakan mata uang internasional. Padahal sejumlah negara di ASEAN sepeti Thailand, Singapura, dan Malaysia sudah menggunakan mata uang negara masing-masing.
- Baca Juga: Beternak Udang Vannamei Teknik Tradisonal Plus
- Baca Juga: Situs Multiply Tutup Setelah Kalah Bersaing di Pasar Online Indonesia
“Saya kira usulan itu perlu dicermati dan didiskusikan dengan banyak pengusaha, agar ada win win solution (jalan keluar). Agar transaksi B to B ini berjalan sesuai mekanisme pasar,” tutup pria penggemar tenis lapangan itu. (rif/nis/hen/radarsby.com)